Januari 2018 lalu, saya berkesempatan liburan ke Bali (lagi). Pada liburan sebelumnya, destinasi wisata yang saya kunjungi selalu yang itu-itu saja, Pantai Kuta, Pantai Sanur, Tanah Lot, Monkey Forest, Goa Gajah, dan sebagainya. Khusus liburan kemarin, saya sengaja memilih destinasi-destinasi baru yang belum banyak diulas para traveler. Awalnya saya berburu air terjun Tibumana yang katanya indah banget. Kapan-kapan saya akan mengulas mengenai air terjun ini ya. Sekarang, saya ingin bercerita dulu saat saya uji nyali mendaki Air Terjun Goa Rang Reng Bali.
Air Terjun Goa Rang Reng Bali
Sepulangnya saya dari Air Terjun Tibumana, saya melihat di aplikasi peta yang saya gunakan sebagai petunjuk jalan kalau ada satu air terjun lagi di dekat Air Terjun Tibumana dan Air Terjun Pengibul. Saya pun langsung meminta suami mengarahkan sepeda motor menuju Air Terjun Goa Rang Reng yang berada di Br. Gitgit, Desa Babakan, Kecamatan/Kabupaten Gianyar. Dari Denpasar kurang lebih 31km.
Tiba di sana, kami disambut seorang pemuda Bali yang mengarahkan kami untuk membeli tiket masuk seharga Rp5000 perorang. Lalu kami harus berjalan menuruni tangga batu kurang lebih 300-400 meter. Cukup curam, seperti kebanyakan akses masuk air terjun di Bali. Sesampainya kami di lokasi air terjun, ternyata air terjunnya landai, berbeda dengan kebanyakan air terjun yang sebelumnya kami datangi. Saya pun tanpa sengaja berucap ke suami, “Indah sih, cuma apa asyiknya ya kalau berenang di sini.” Maklumlah, kalau lihat air terjun, saya pasti ingin nyemplung dan mandi di bawah air terjun. Rasanya seru dan untuk foto Instagram pun pasti lebih keren… hahaha.
Lalu orang yang berada di belakang saya menceletuk, “Ada goa di sebelah kiri sana, Kak, untuk sembahyang. Kalau mau lihat bisa. Kakak nanti naik dari sisi kiri yang ada talinya itu. Mendaki bebatuan sambil berpegangan di tali. Kalau mau bisa saya temani, bayarnya seikhlasnya kok.” Saya menoleh dan menemukan lelaki setengah baya yang sepertinya pemandu di tempat wisata itu. Saya lalu mengarahkan tatapan ke bebatuan yang ditunjuk si bapak. Hanya ada seorang wisatawan mancanegara yang sedang mendaki di sisi itu sambil dibantu pemandu lain. Kata bapak ini, kita bisa berfoto di depan guanya, kalau masuk tidak boleh karena hanya khusus untuk yang sembahyang. Beliau juga bercerita, di dalam goa itu ada sumber mata air yang tak pernah habis diambil sebanyak apa pun. Air dari sumber air tersebut dianggap suci dan sering digunakan untuk keperluan upacara adat melukad (membersihkan diri).
Uji Nyali di Air Terjun Goa Rang Reng Bali
Namanya sudah pengin banget, saya lalu turun mendekati lokasi air terjun. Bebatuan hampir semuanya tertutupi air yang cukup deras, berbeda sekali dengan foto-foto yang saya temukan di internet. Meski tertutupi air, saya bisa melihat dengan jelas kalau bebatuan itu ada yang berwarna hijau (yang berarti berlumut), berwarna putih, dan ada yang hitam pekat. Logikanya, kalau saya tidak menginjak bebatuan berwarna hijau, saya masih aman. Saya pun langsung melepas pakaian luar yang saya kenakan dan hanya mengenakan pakaian renang (memang sengaja tak berganti pakaian karena di air terjun sebelumnya pun saya bermain air juga). Setelahnya, saya perlahan mulai mendaki. Mulanya yang seram juga sih, apalagi sudah ditakut-takuti bisa tergelincir tadi. Separuh perjalanan, saya memilih duduk di bebatuan yang terlihat, mencoba meredakan debaran di dada yang kencang banget.
“Ya udah, naik terus. Hati-hati, saya tunggu di atas.” Teriakan terdengar dari bapak pemandu yang tadi berbicara dengan saya. Di kejauhan, suami hanya bisa geleng-geleng kepala sambil tertawa. Dia hapal betul dengan kelakuan saya yang tak bisa duduk manis menikmati pemandangan saja kalau sudah ke destinasi wisata penuh tantangan begini. Menuruti saran bapak pemandu, saya mulai mendaki lagi. Tanpa sengaja saya salah menempatkan kaki dan akhirnya terperosok. Kaget sih, tapi kemudian saya merasakan sensasi baru. Di dalam lubang itu, saya malah berasa sedang berada di kolam jacuzzi alami. Tekanan air yang deras seolah memijat tangan, kaki, dan badan saya. Penasaran, saya mencari lagi lubang-lubang lainnya. Ada lubang yang hanya sebatas lutut, sebatas pinggang, dan ada pula sebatas leher. Hanya saja harus hati-hati, karena ada satu lubang yang saya kira tak dalam, malah kaki saya tak mampu menjangkau dasarnya. Untungnya kaki saya yang lain masih bisa berpijak rongga batu yang ada di dalam lubang itu.
Berhasil Mendaki Goa Rang Reng Bali
Puas mencoba-coba mencari lubang-lubang di air terjun, saya naik hingga puncak dan rasanya puas sekali berhasil menaklukkan rasa takut saya sendiri. Tak lama saya berada di puncak, suami menyusul dengan mendaki dari sisi kiri bebatuan yang kering sambil berpegangan pada tali. Suami memang tak bisa berenang sih makanya sedikit susah memintanya menemani saya bermain-main di air begini.
Nah, bagi traveler yang ingin merasakan petualangan berbeda saat berlibur di Bali dan ingin mencari destinasi keren yang belum banyak diulas, coba deh uji nyali di Air Terjun Goa Rang Reng ini, atau di air terjun lain yang banyak sekali sebenarnya di Bali. Dengan kata lain, ke Bali tidak hanya wisata pantai saja, tapi masih ada wisata lain yang lebih seru.